#1
|
||||
Panglima
|
![]()
Judul: Berantem Konyol
Penulis: Asahan Link: http://www.kemudian.com/node/275404 Asahan sering menulis cerita yang berhubungan dengan sejarah. Cara bertutur yang beliau terapkan pada tulisan-tulisannya mirip dengan cara sebuah dongeng sejarah, atau fabel, atau cerita-cerita rakyat diceritakan. Semasa SD dulu, saya membaca dongeng fabel; tentang kancil yang licik, buaya yang jahat, singa raja hutan, dll. Legenda suatu tempat, yang kebanyakan saya temui adalah cerita legenda tempat yang kini jadi objek wisata. Cerita-cerita ini dulu saya dapatkan dari buku berlabel “Milik Negara. Tidak Diperdagangkan”. Dan, Bung Asahan ini konsisten dengan cara/ teknik bertuturnya yang membuat saya bernostalgia dengan cerita-cerita di masa kecil saya itu. Pada cerpen Berantem Konyol, beliau juga melakukannya. Namun, satu hal yang ingin saya komentari pada cerpen ini adalah yang saya sebut sebagai Menaiki Tangga. Ini ungkapan ngasal yang muncul di kepala saya ketika menemukan ciri tulisan Bung Asahan dalam Berantem Konyol. Deskripsi adalah lukisan atau foto yang menggunakan kata-kata. Berarti ada objek yang bisa berupa benda, situasi, peristiwa. Bahkan lebih rumit lagi: waktu, rasa, gagasan, dsb. Hal tersebut dilukiskan berwujud kata-kata, kalimat-kalimat yang disusun sedemikian rupa oleh penulis, bertujuan agar pembaca mampu memahami lukisan/ foto itu. Pembaca bisa melihat, mendengar, merasakan, mencium, bahkan menyentuh, secara imajinatif apa yang dilukiskan penulis. Kerennya, pembaca bisa membayangkan dirinya ikut dalam cerita. Menaiki Tangga berarti ada gerak: seseorang yang menaikinya. Kedua kakinya naik satu per satu, bukan melompat (menggunakan kedua kaki bersamaan untuk berpindah dari satu anak tangga ke anak tangga yang lain). Lalu apa yang ada di depan, di atas tangga, akan terlihat sedikit demi sedikit seiring orang itu sampai pada anak tangga terakhir. Seperti melihat arah datangnya kapal laut di horizon. Ada gerakan maju (semua cerita bergerak naik menuju puncak klimaks konflik, lalu turun menuju ending). Ilustrasi tersebut saya rasakan ketika membaca cerpen Berantem Konyol. Pada kesempatan pertama pembaca berada di lantai: tempat sebuah tangga diletakkan, menyandar pada tembok. Pembaca penasaran dengan apa di baliknya; mungkin pantai atau kandang binatang buas, atau sesuatu peristiwa mengerikan, konspirasi. Mungkin seorang rupawan! Dan beginilah cara Asahan menunjukkan sesuatu di balik tembok itu. Ia menyediakan tangga. Bukan jendela atau lobang kunci. Bukan pula cermin untuk pantulan sesuatu di balik tembok. Tangga. Akan kita lihat secara perlahan seiring kaki melangkah pada anak tangga. Pertama kita melihat bagian atas (langit, awan, mungkin burung yang terbang melintas), lalu ke bawah lagi terdapat pucuk-pucuk pohon, gerakannya yang terhembus angin, atau atap-atap rumah, kucing yang berjalan di atasnya. Semakin kita naik ke anak tangga berikutnya, semakin kita melihat detil yang merupakan keutuhan dari objek di balik tembok. Contoh: Paragraf pembuka: Quote:
Berikutnya pembaca ingin tahu lebih banyak lagi, ingin melihat lebih jauh, menambah daya jangkau pandangnya. Masih ada anak tangga, pembaca belum berada di bagian teratas tembok. Maka pembaca naik lagi. Satu anak tangga berikutnya lalu melihat hal-hal lain di balik tembok: detil-detil berikutnya dalam cerita. Paragraf Kedua: Quote:
Asahan masih konsisten menggunakan cara tersebut. Ia punya anak tangga yang banyak, tangga yang panjang untuk melihat sesuatu di balik tembok. Pada paragraf kedua dan ketiga, Asahan menampilkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Seperti kita diberikan keleluasaan untuk mengimajinasikannya. Kita punya waktu untuk itu. Porsi yang diberikan Berantem Konyol cukup. Paragraf kedua, ketiga, keempat, pembaca disuguhkan detil kejadian. Setelah seperlunya menunjukkan latar, kita ditunjukkan tokoh, dan sebab mengapa untuk menjawab apa yang sedang terjadi. Asahan tidak hanya mengandalkan narasi tsb. Ia juga menggunakan dialog untuk menambah detil kejadian di balik tembok. Bila digambarkan sebagai sebuah film, Berantem Konyol ini tidak bisa dipotong untuk membuang sebagian yang mungkin dirasa sutradara tidak begitu penting untuk mengurangi durasi. Quote:
Dan pada anak tangga berikutnya lagi kita bisa melihat detail di balik tembok. Ibaratnya kita bisa melihat beberapa rumah penduduk, beberapa pohon, dsb. Demikian juga di Berantem Konyol. Pembaca jadi tahu tentang ayah Silu, dan sedikit kisah di masa lalu. Menemukan reaksi Silu. Hatinya yang meledak. Lalu terjadilah perkelahian itu. Oh, kita ingin melihatnya. Mereka berkelahi, bergerak, berpindah, dan membuat kita agak kesulitan melihatnya. Kerumunan orang-orang yang menonton mereka membuat kita di balik tembok agak kesulitan. Belum lagi abu jalan, dsb. Kita ingin mendengar apa yang Silu dan Lembu teriakkan. Intinya, kita ingin tahu lebih banyak lagi, melihat kejadian itu berlangsung dan berakhir. Saya bisa saja menuliskan seterusnya. Namun, tetap akan sama. Cara Asahan menyampaikan ceritanya saya sebut seperti Menaiki Tangga. Beliau menentukan apa yang harus terlihat di balik tembok ketika pembaca di anak tangga pertama, apa yang akan terlihat selanjutnya ketika pembaca naik ke anak tangga kedua, dan seterusnya, hingga pembaca melihat seluruhnya yang di balik tembok. Konsistensi atau fokus penulisnya di sini saya apresiasi (sulit rasanya mengapresiasi ide atau gagasan). Beberapa cerita atau postingan Asahan menggunakannya: kita akan menemukan fakta-fakta di seputar peristiwa, hubungan sebab-akibat, kemungkinan-kemungkinan, hingga resolusi cerita, satu per satu seperti ilustrasi menaiki tangga. Kita ingin tahu maka Asahan menunjukkannya. Caranya: dari satu anak tangga ke anak tangga yang lain. Sedikit banyak, cara itu membantu pembaca tetap fokus pada jalur, terlebih mereka jadi lebih tertarik untuk tahu lebih banyak (atau bahkan ini cara untuk membuat pembaca tertarik), untuk naik lebih tinggi sampai atas tembok. Saya tak yakin belum ada penamaan resmi untuk cara seperti ini. Mungkin sudah ada dengan judul yang lebih rinci, jelas, dan konseptual. Saya hanya mencoba menyampaikan sesuatu yang saya temukan pada cara bertutur Kemudianers Asahan yang menarik menurut saya—seolah konsep tersebut sudah melekat di jiwanya hingga ia bisa menuliskannya dengan baik. Penulis memilih cara dalam menyampaikan ceritanya, bisa saja cara yang lebih kompleks, berputar-putar seperti labirin, mengeskplorasi bentuk kalimat-kalimat tertentu, menggunakan warna, atau rasa, situasi, menjadikannya ciri khusus, dll. Asahan punya cara seperti ini: sebuah tangga. Sekian cuap-cuap dari saya. Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan. Tentu saja ini tak sempurna, bukan tentang itu malahan. Selalu, terima kasih karena sudah sampai di paragraf pamungkas. Silahkan dibaca cerpen-cerpen lainnya dari Kemudianers Asahan. Mungkin Anda ingin menemukan ciri yang saya katakan tadi atau sekadar perbandingan untuk menulis pembahasan berikutnya. Tulisan ini mencoba membangkitkan semangat berdiskusi: semoga bermanfaat buat Kemudianers. Bagi yang mau membahas cerpen lain, silahkan dibuat thread baru. Format judulnya, ikuti seperti yang saya buat ini agar terlihat rapi. Kip Nulis dan Kalakupand! Ahak hak hak.
__________________
Shinichi bersabda, marilah kita membaca, menulis dan mengapresiasi di situs kemudian.com, lalu Jadilah pembaca yang budiman, penulis yang tekun dan pengkritik yang santun. Peristiwa 1:1 Last edited by Shinichi; 03-11-2014 at 12:37 PM. |
#2
|
|
Anak Muda
Join Date: Jun 2012
Posts: 22
|
![]()
Aku jadi merasa telanjang. Hahahak
Tapi, okelah aku suka diskusi yg begini2.... . Menunggu yang lain ikutan jg #ngarep |
#3
|
|
Anak Muda
Join Date: Mar 2010
Location: Bandung
Posts: 61
|
![]()
ini keren!! sering2 ya bikin gini
panjang banget penjelasannya, harus konsentrasi nih supaya bisa belajar juga
__________________
Membaca tulisan saya dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan janin jika anda membacanya sambil merokok |
#4
|
|
Sesepuh
Join Date: Dec 2009
Location: Tempat yang pantas untuk dihancurkan
Posts: 1,178
|
![]()
Lagi dong lagi dong lagi dong lagi dong lagi dong
__________________
"Writing does not cause misery. It is born of misery." --Michel de Montaigne "Creating is also a way of extending yourself. Your writing, or your art, or your company – all these things add to you worth, and the right creations fuse and compound over time. Think of it like buying shares in yourself." --Oliver Emberton "Don't fear god, Don't worry about death; What is good is easy to get, and What is terrible is easy to endure." -Tetrapharmakos of Epicurus- |
#5
|
|
Panglima
|
![]()
saya nunggu satu darimu, Semit
![]()
__________________
Shinichi bersabda, marilah kita membaca, menulis dan mengapresiasi di situs kemudian.com, lalu Jadilah pembaca yang budiman, penulis yang tekun dan pengkritik yang santun. Peristiwa 1:1 |
#6
|
|
Anak Muda
Join Date: Nov 2015
Location: united states
Posts: 9
|
![]()
saya setuju nih sama Saya bisa saja menuliskan seterusnya. Namun, tetap akan sama. Cara Asahan menyampaikan ceritanya saya sebut seperti Menaiki Tangga.
__________________
www.kapalspeedboat.com |
#7
|
|
Anak Muda
Join Date: Nov 2015
Posts: 92
|
![]()
membaca emang bikin ketagihan juragan. makasih banyak ya
Jamu Kuat Tradisional - Sepatu Bayi - Harga lampu LED |
![]() |
Tags |
asahan, bahas cerpen, berantem konyol, deskripsi, maret 2014, menaiki tangga |
Thread Tools | |
Display Modes | |
|
|